Media sosial telah membuka era baru bagi tenis: masa ketika popularitas dibangun sama besar di lapangan maupun di Instagram. Namun sampai sejauh mana pencarian visibilitas ini dapat berlangsung tanpa menggoyahkan keseimbangan para pemain?
Tenis nyaris tak pernah berhenti. Di balik rangkaian turnamen tanpa henti, para juara harus belajar berhenti demi bertahan lama. Dari Federer hingga Alcaraz, investigasi tentang beberapa minggu krusial ketika segalanya dipertaruhkan: istirahat, pelepasan, kelahiran kembali.
Dari saudari Williams hingga Alizé Cornet, dari sponsor hingga sirkuit ATP dan WTA, perdebatan tentang kesetaraan upah dalam tenis tidak pernah sepanas ini. Di antara kemajuan yang tak terbantahkan dan ketimpangan yang masih bertahan, olahraga raket nomor satu ini berhadapan dengan kontradiksinya sendiri.
Dalam pesan yang menyentuh, Serena Williams merayakan pernikahan Venus dengan kata-kata yang sangat tulus. Antara rasa syukur, kebanggaan, dan emosi, sang juara menceritakan ikatan unik mereka, yang ditempa di lapangan dan dalam kehidupan.
Dari saudari Williams hingga Alizé Cornet, dari sponsor hingga sirkuit ATP dan WTA, perdebatan tentang kesetaraan upah dalam tenis tidak pernah sepanas ini. Di antara kemajuan yang tak terbantahkan dan ketimpangan yang masih bertahan, olahraga raket nomor satu ini berhadapan dengan kontradiksinya sendiri.
Di balik senyum podium, sebuah perpecahan tetap ada: yaitu tentang hadiah. Antara keadilan olahraga, penonton televisi, dan bobot ekonomi, tenis masih mencari formula yang tepat — tetapi paritas tetap menjadi pertandingan tanpa pemenang.
Mereka berani menantang sistem. Pada 2005, Serena dan Venus Williams, didukung oleh Billie Jean King, memulai perjuangan bersejarah untuk kesetaraan gaji dalam tenis. Dua tahun kemudian, Wimbledon dan Roland-Garros akhirnya menyerah. Namun di balik kemenangan simbolis, kesenjangan masih bertahan hingga hari ini.